Kamis, 17 Oktober 2013

"ILMU JIWA IBN SINA"

Ibn Sina berkata dalam riwayat hidupnya, “Peristiwa-peristiwa terjadi, dan berbagai cobaan menimpa saya; andai semua itu menimpa gunung-gunung tinggi, niscaya mereka pun bakal hancur luluh rata dengan tanah.”[1]
Meskipun Ibn Sina hidup dalam prahara politik, terbuang dari kampong halamannya dan terus bergerak dari kota ke kota untuk bertahan hidup, Ibn Sina tetap produktif. Dia aktif dalam politik dan pemerintahan. Dia dokter yang berpraktek sekaligus filusuf yang terkenal. Dia menulis ratusan karya, dan 200 lebih karyanya masih lestari, sebagian besarnya belum dipelajari rinci.[2]
Sebagai seorang filosof tentu saja Ibn Sina tidak luput dari pembahasan mengenai jiwa manusia, karena jiwa merupakan bagian yang paling dekat dengan diri kita dan sangat misterius. Seperti diungkapkan dalam Risalah al-Quwa an-Nafssaniyyah (Risalah tentang Fakultas-fakultas Jiwa) yang disusun untuk al-Amir Nuh bin Manshur dan termasuk salah satu karyanya yang paling awal.[3]
Penulisan yang kedua oleh Ibn Sina yang membahas mengenai jiwa di tunjukan kepada Ikhwan ash-Shafa, dikarenakan permintaan dari persaudaraan ini. Hal ini dapat terlihat dari pengantar yang ditulis oleh Ibn Sina:
“inilah risalah yang kususun untuk memmenuhi permintaan al-Ikhwan (Ikhwan ash-Shafa) yang meliputi argumentasi utama tentang keadaan jiwa manusia dan juga mencakup pembahasan paripurna tentang kekelan jiwa—meskipun bbadan telah binasa. Risalah ini juga secara ringkas membahas perihal kehidupan kedua (nay’ah tsaniyah) dan akibat-akibatnya.”[4]



Definisi Jiwa
Menurut Ibn Sina pengertian jiwa harus mencakup beberapa fakultas, yaitu yang pertama, fakultas yang melakukan aktivitasnya dalam fisik dengan sengaja dan atas dasar kehendak sendiri terbagi ke dalam dua bagian, yaitu (1) yang memiliki kemajemukan tujuan dan pilihan, sehingga aktivitas fisiknya memiliki banyak aspek, seerti gerakan dari atas ke bawah, dan (2) yang memiliki kesatuan tujuan serta pilihan sehingga aktivitasnya memiliki satu aspek dan cara.
Kedua, fakultas yang memiliki aktivitasnya sendiri dalam fisik serta bekerja atas dasar keterpaksaan, tanpa satu tujuan dan pilihan, juga terbagi dua, yaitu (1) yang memiliki kesatuan arah tindakan, seperti fakultas aktif pada gerakan api ke atas dan (2) yang memiliki kemajuemukan tiandakan, seperti fakultas aktif pada penjululuran anggota tubuh pada hewan dan tumbuhan yang bergerak ke berbagai arah.[5]
Jadi, jumlah fakultas itu sebenarnya ada empat. Masing-masing fakultas ini merupakan satu genus yang mencakup spesies-spesies. Namun, dalam sifat alaminya, masing-masing memiliki nama sendiri.
Fakultas aktif yang bekerja dengan keterpaksaan dalam kemajemukan satu arah disebut thabi’ah (alam fisik).
Fakultas aktif yang bekerja dengan keterpaksaan dalam kemajemukan arah dan spesies disebut jiwa nabati (an-nafs an-nabatiyah).
Fakultas aktif yang bekerja dengan sesuatu tujuan dan pilihan sendiri yang berbeda yang menyebabkan perbedaan tindakan yang terjadi padanya disebut jiwa hewani (an-nafs al-hayawaniyah).
Fakultas aktif yang bekerja dengan suatu tujuan dan pilihan sendiri dalam kesatuan arah dan tujuan disebut jiwa malaikat (an-nafs al-malakkiyah).[6]
Fakultas-Fakultas Jiwa dan Potensi-Potensi Jiwa
Fakultas jiwa terbagi ke dalam tiga bagian . Pertama, jiwa nabati, dimana fungsinya terbatas pada makan, tumbuh dan reproduksi.[7] Kedua, jiwa hewani yang memiliki daya penggerak (al-quwwah al-muharikkah), dimana daya pengerak terdiri dari dua macam, yakni daya penggerak sebagai motif (daya kecendrungan dan hasrat) dan daya penggerak sebagai subjek (daya yang keluar di dalam otot-otot dan saraf-saraf yang berfungsi menarik otot-otot dan organ)  dan daya persepsi (al-quwwah al-mudrikah.
Sedangkan perepsi yang terdapat pada jiwa hewani terbagi ke dalam dua macam, yaitu persepsi eksternal (ada lima macam: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan perabaan) dan persepsi internal yang  terbagi—diantaranya—ke dalam lima fakultas, yakni fakultas phantasia, fakultas imajinasi dan formatif, fakultas imajinatif yang terkait dengan jiwa hewani dan fakultas kognitif yang berkait dengan jiwa insane. Fakultas estimasi dan yang terakhir fakultas memori.
Adapun fakultas-fakultas jiwa rasional insani terbagi kedalam dua fakultas yiatu, fakultas praktis yang merupakan sumber gerakan pada badan manusia untuk melakukan tindakan-tiandakan particular khusus berkenaan dengan pertimbangan yang hati-hati atas tuntutan pendapat-pendapat yang dikhususkan oleh peristilahan. Serta fakultas teoritis merupakan fakultas yang dimilikinya dalam kaitan dengan aspek di atasnya karena terpengearuh, diperoleh dan menerima darinya.[8]
Jiwa manusia dan rasional melkukan tindakan-tindakan maupun reaksi-reaksi jasmaniah, atau tindkan murni intelektif. Tindakan dan reaksi-reaksi jasmaniah bukanlah milik jiwa rasional. Semua itu berasal dari jiwa rasional dan badan. Tindakan yang dijalankan oleh jiwa rasional dalam kerjasamanya dengan badan dicontohkan oleh usaha mempertimbangkan hal-hal tertentu yang harus dilakukan atau dihindari secara sukarela, termasuk keterampilan-keterampilan praktis seperti pertukangan, bercocok tanam dan berternak.[9] Tindakan-tindakan murni intelektif, yang dijalankan oleh jiwa rasional, terdiri dari memahami kuiditas atau sifat dasar memahami segala sesuatu sebagai konsep-konsep universal, seperti “kemanusiaan”.[10]
Seperti telah disebutkan, jiwa rasional mempunyai dua bagian, yang satu mempunyai kapasitas untuk mengetahui. Yang pertama, disebut intelek praktis, yang mengarah pada badan. Sedangkan yang kedua, intelek teoritis, yang mengarah pada dunia illahiag.
Intelek teoritis bergerak melalui empat tahapan. Pertama, dalam bentuk potensi dan belum membentuk konsep atau menangkap intelejibel. Kedua, adalah tahapan ketika potensi diaktualisasikan oleh keberadaan intelijibel-intelijibel primer didalamnya. Tahapan ketiga ketika perolehan intelijebel-intelijebel berlangsung konstan. Tahapan keempat adalah tahapan menjadi intelijibel-intelijibel itu sendiri.
Kesimpulan
Jiwa adalah kesempurnaan bagi fisik. Namun kesempurnaan bagi raga kadang-kadang merupakan permulaan dan kadang-kadang setelah permulaan itu. Sesungguhnya pengindraan dan penggerakan juga merupakan kesempurnaan bagi spesies hewan. Adapun jiwa adlah permulaan dari hal ini. Oleh karna itu,, Ibn Sina mengatakan jiwa merupakankesempurnaan bagi raga, karena keswempurnaan-kesempurnaan utama bagi fisik alami berbeda-beda menurut perbedaan fisik-fisik alami dan menurut karakteristik fisik-fisik alamai tersebut. Kemudian, jiwa adalah kesempurnaan bagi suatu spesies dari fisik-fisik alami dengan demikian, jiwa adalah kesempurnaan bagi fisik alami mekanik, atau bagi fisik yang memiliki potensi kehidupan, yakni yang akan hidup dengan pertumbuhan dan akan abadi dengan makanan. Ia hanya akan hidup dengan pengindraan dan penggerakan sekaligus dalam fakultasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aisha Khan, 2006, Avicena, Muara, Jakarta
Ibn Sina, 2009, Psikologi Ibn Sina,Pustaka hidayah, Bandung.
Shams Inati, 2003, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Mizan, Bandung.




[1] Aisha Khan. Avicena (Jakarta:Muara, 2006) hal. 107
[2] Ibid
[3] Ibn Sina, Psikologi Ibn Sina (Bandung: Pustaka Hidayah, 2009) hal. 11-12
[4] Ibid. hal. 53
[5] Ibid. hal. 56
[6] Ibid. hal 56-57
[7] Shams Inati, Enslikopedi Tematis Filsafat Islam Buku Pertama (Bandung: Mizan, 2003) hal. 293
[8] Op. Cit. hal. 68-69
[9] Op. cit hal. 295
[10] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar