Ibn Sina berkata dalam
riwayat hidupnya, “Peristiwa-peristiwa terjadi, dan berbagai cobaan menimpa
saya; andai semua itu menimpa gunung-gunung tinggi, niscaya mereka pun bakal
hancur luluh rata dengan tanah.”[1]
Meskipun
Ibn Sina hidup dalam prahara politik, terbuang dari kampong halamannya dan
terus bergerak dari kota ke kota untuk bertahan hidup, Ibn Sina tetap
produktif. Dia aktif dalam politik dan pemerintahan. Dia dokter yang berpraktek
sekaligus filusuf yang terkenal. Dia menulis ratusan karya, dan 200 lebih
karyanya masih lestari, sebagian besarnya belum dipelajari rinci.[2]
Sebagai
seorang filosof tentu saja Ibn Sina tidak luput dari pembahasan mengenai jiwa
manusia, karena jiwa merupakan bagian yang paling dekat dengan diri kita dan
sangat misterius. Seperti diungkapkan dalam Risalah
al-Quwa an-Nafssaniyyah (Risalah tentang Fakultas-fakultas Jiwa) yang
disusun untuk al-Amir Nuh bin Manshur dan termasuk salah satu karyanya yang
paling awal.[3]
Penulisan
yang kedua oleh Ibn Sina yang membahas mengenai jiwa di tunjukan kepada Ikhwan ash-Shafa, dikarenakan permintaan
dari persaudaraan ini. Hal ini dapat terlihat dari pengantar yang ditulis oleh
Ibn Sina:
“inilah risalah
yang kususun untuk memmenuhi permintaan al-Ikhwan
(Ikhwan ash-Shafa) yang meliputi argumentasi utama tentang keadaan jiwa
manusia dan juga mencakup pembahasan paripurna tentang kekelan jiwa—meskipun
bbadan telah binasa. Risalah ini juga secara ringkas membahas perihal kehidupan
kedua (nay’ah tsaniyah) dan
akibat-akibatnya.”[4]
Definisi Jiwa
Menurut
Ibn Sina pengertian jiwa harus mencakup beberapa fakultas, yaitu yang pertama, fakultas yang melakukan
aktivitasnya dalam fisik dengan sengaja dan atas dasar kehendak sendiri terbagi
ke dalam dua bagian, yaitu (1) yang memiliki kemajemukan tujuan dan pilihan,
sehingga aktivitas fisiknya memiliki banyak aspek, seerti gerakan dari atas ke
bawah, dan (2) yang memiliki kesatuan tujuan serta pilihan sehingga
aktivitasnya memiliki satu aspek dan cara.
Kedua, fakultas
yang memiliki aktivitasnya sendiri dalam fisik serta bekerja atas dasar
keterpaksaan, tanpa satu tujuan dan pilihan, juga terbagi dua, yaitu (1) yang
memiliki kesatuan arah tindakan, seperti fakultas aktif pada gerakan api ke
atas dan (2) yang memiliki kemajuemukan tiandakan, seperti fakultas aktif pada
penjululuran anggota tubuh pada hewan dan tumbuhan yang bergerak ke berbagai
arah.[5]
Jadi,
jumlah fakultas itu sebenarnya ada empat. Masing-masing fakultas ini merupakan
satu genus yang mencakup spesies-spesies. Namun, dalam sifat alaminya, masing-masing
memiliki nama sendiri.
Fakultas
aktif yang bekerja dengan keterpaksaan dalam kemajemukan satu arah disebut thabi’ah (alam fisik).
Fakultas
aktif yang bekerja dengan keterpaksaan dalam kemajemukan arah dan spesies
disebut jiwa nabati (an-nafs
an-nabatiyah).
Fakultas
aktif yang bekerja dengan sesuatu tujuan dan pilihan sendiri yang berbeda yang
menyebabkan perbedaan tindakan yang terjadi padanya disebut jiwa hewani (an-nafs al-hayawaniyah).
Fakultas
aktif yang bekerja dengan suatu tujuan dan pilihan sendiri dalam kesatuan arah
dan tujuan disebut jiwa malaikat (an-nafs
al-malakkiyah).[6]
Fakultas-Fakultas Jiwa dan
Potensi-Potensi Jiwa
Fakultas
jiwa terbagi ke dalam tiga bagian . Pertama,
jiwa nabati, dimana fungsinya terbatas pada makan, tumbuh dan reproduksi.[7] Kedua, jiwa hewani yang memiliki daya
penggerak (al-quwwah al-muharikkah), dimana
daya pengerak terdiri dari dua macam, yakni daya penggerak sebagai motif (daya
kecendrungan dan hasrat) dan daya penggerak sebagai subjek (daya yang keluar di
dalam otot-otot dan saraf-saraf yang berfungsi menarik otot-otot dan organ) dan daya persepsi (al-quwwah al-mudrikah.
Sedangkan
perepsi yang terdapat pada jiwa hewani terbagi ke dalam dua macam, yaitu
persepsi eksternal (ada lima macam: penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecapan dan perabaan) dan persepsi internal yang terbagi—diantaranya—ke dalam lima fakultas,
yakni fakultas phantasia, fakultas
imajinasi dan formatif, fakultas imajinatif yang terkait dengan jiwa hewani dan
fakultas kognitif yang berkait dengan jiwa insane. Fakultas estimasi dan yang
terakhir fakultas memori.
Adapun
fakultas-fakultas jiwa rasional insani terbagi kedalam dua fakultas yiatu,
fakultas praktis yang merupakan sumber gerakan pada badan manusia untuk
melakukan tindakan-tiandakan particular khusus berkenaan dengan pertimbangan
yang hati-hati atas tuntutan pendapat-pendapat yang dikhususkan oleh
peristilahan. Serta fakultas teoritis merupakan fakultas yang dimilikinya dalam
kaitan dengan aspek di atasnya karena terpengearuh, diperoleh dan menerima
darinya.[8]
Jiwa
manusia dan rasional melkukan tindakan-tindakan maupun reaksi-reaksi jasmaniah,
atau tindkan murni intelektif. Tindakan dan reaksi-reaksi jasmaniah bukanlah
milik jiwa rasional. Semua itu berasal dari jiwa rasional dan badan. Tindakan
yang dijalankan oleh jiwa rasional dalam kerjasamanya dengan badan dicontohkan
oleh usaha mempertimbangkan hal-hal tertentu yang harus dilakukan atau
dihindari secara sukarela, termasuk keterampilan-keterampilan praktis seperti
pertukangan, bercocok tanam dan berternak.[9]
Tindakan-tindakan murni intelektif, yang dijalankan oleh jiwa rasional, terdiri
dari memahami kuiditas atau sifat dasar memahami segala sesuatu sebagai
konsep-konsep universal, seperti “kemanusiaan”.[10]
Seperti
telah disebutkan, jiwa rasional mempunyai dua bagian, yang satu mempunyai
kapasitas untuk mengetahui. Yang pertama, disebut intelek praktis, yang mengarah pada badan. Sedangkan yang kedua, intelek teoritis, yang mengarah pada
dunia illahiag.
Intelek
teoritis bergerak melalui empat tahapan. Pertama,
dalam bentuk potensi dan belum membentuk konsep atau menangkap intelejibel.
Kedua, adalah tahapan ketika potensi
diaktualisasikan oleh keberadaan intelijibel-intelijibel primer didalamnya.
Tahapan ketiga ketika perolehan
intelijebel-intelijebel berlangsung konstan. Tahapan keempat adalah tahapan menjadi intelijibel-intelijibel itu sendiri.
Kesimpulan
Jiwa adalah kesempurnaan bagi fisik. Namun
kesempurnaan bagi raga kadang-kadang merupakan permulaan dan kadang-kadang setelah
permulaan itu. Sesungguhnya pengindraan dan penggerakan juga merupakan
kesempurnaan bagi spesies hewan. Adapun jiwa adlah permulaan dari hal ini. Oleh
karna itu,, Ibn Sina mengatakan jiwa merupakankesempurnaan bagi raga, karena
keswempurnaan-kesempurnaan utama bagi fisik alami berbeda-beda menurut
perbedaan fisik-fisik alami dan menurut karakteristik fisik-fisik alamai
tersebut. Kemudian, jiwa adalah kesempurnaan bagi suatu spesies dari
fisik-fisik alami dengan demikian, jiwa adalah kesempurnaan bagi fisik alami
mekanik, atau bagi fisik yang memiliki potensi kehidupan, yakni yang akan hidup
dengan pertumbuhan dan akan abadi dengan makanan. Ia hanya akan hidup dengan
pengindraan dan penggerakan sekaligus dalam fakultasnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Aisha
Khan, 2006, Avicena, Muara, Jakarta
Ibn
Sina, 2009, Psikologi Ibn Sina,Pustaka
hidayah, Bandung.
Shams
Inati, 2003, Ensiklopedi Tematis Filsafat
Islam, Mizan, Bandung.
[1]
Aisha Khan. Avicena (Jakarta:Muara,
2006) hal. 107
[2]
Ibid
[3]
Ibn Sina, Psikologi Ibn Sina
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2009) hal. 11-12
[4]
Ibid. hal. 53
[5]
Ibid. hal. 56
[6]
Ibid. hal 56-57
[7] Shams
Inati, Enslikopedi Tematis Filsafat Islam
Buku Pertama (Bandung: Mizan, 2003) hal. 293
[8]
Op. Cit. hal. 68-69
[9]
Op. cit hal. 295
[10]
Ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar